terutamadari pengolahan nira menjadi gula aren, kolang kaling, tuak dan ijuk. Nagari Andaleh Baruah Bukik merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tanah Datar yang masih berpotensi untuk dikembangkan karena selama ini Nagari Andaleh Baruh Bukik merupakan sentra produksi dari tanaman aren. Namun demikian, selama ini budidaya dan
3419 mengembangkan perangkatpembelajaran berpendekatan saintifik tema selalu berhemat energi pada siswa kelas IV sekolah dasar sebagai pembaharu dari perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru Kerangka Teoritis Kurikulum 2013 Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini yaitu kurikulum Kurikulum 2013 diyakini sebagai kebijakan strategis
Dalamaplikasi di masyarakat, bioetanol mulai diproduksi oleh Soelaiman Budi di desa Doplang, Karanganyar dari bahan singkong dan dapat digunakan sebagai bahan bakar motor. Penggunaan bioetanol ini dapat menekan ketergantungan terhadap harga BBM yang terus melambung dimana ketika harga minyak mentah US$69,81/barel, harga bensin tanpa subsidi
Mengingatkebutuhan padi di Indonesia sangat tinggi. Pemerintah pun selalu memprioritaskan program-program pengembangan tanaman pangan yang satu ini. Banyaknya olahan makanan yang terbuat dari singkong, membuat tanaman pangan ini banyak dibutuhkan masyarakat dan industri besar. Sehingga budidaya singkong berpotensi besar menjadi sebuah
Langkahbuat bioetanol / bensin dari singkong Uji coba kecil-kecilan pembuatan alternatif BBM bio-energi 99% etanol dari singkong setara dengan bensin untuk menjalankan motor bahkan mobil. 1. Bahan baku singkong Kupas 50-10 kg singkong segar, semua jenis varian singkong dapal dimanfaatkan.
BordirIndonesia memiliki nilai tinggi. Bordir Khas Indonesia Berpotensi Dikembangkan untuk Pasar Luar Negeri. Rabu, 4 Maret 2015 | 23:49 WIB Oleh : Nadia Felicia / B1. Dua model memeragakan koleksi dari babak kedua pagelaran busana Embroidery of Life karya Oscar Lawalata di Dharmawangsa Hotel, Jakarta, Rabu (4/3). (Foto:
Tidaklahheran, ketika harga BBM mulai merangkak naik, maka bioetanol singkong dipilih masyarakat sebagai salah satu energi alternatif yang diharapkan bisa dimanfaatkan dengan baik untuk masa-masa yang akan datang. Kendati awalnya bioetanol digunakan sebagai bahan baku industri kimia, kosmetik, dan farmasi.
1d96wdd. 0% found this document useful 0 votes14 views10 pagesOriginal TitlePemanfaatan Singkong Sebagai Bahan Dasar dalam Pembuatan BioethanolCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes14 views10 pagesPemanfaatan Singkong Sebagai Bahan Dasar Dalam Pembuatan BioethanolOriginal TitlePemanfaatan Singkong Sebagai Bahan Dasar dalam Pembuatan BioethanolJump to Page You are on page 1of 10 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 9 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Saaty TL, Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Yang Kompleks. Setiono L, penerjemah; Jakarta Pustaka Binaman 1993 Soeharto, Manajemen Proyek Industri Persiapan, Pelaksanaan dan Pengelolaan. Erlangga, Jakarta 1990 Tatang H. Soerawidjaja, 5 November 2016, Jalan Lurus Menuju Ke Penggantian Minyak Bumi, Seminar Nasional I-Challenge Indonesia Chemical Engineering Event Proses dan Teknologi Pendayagunaan Sumber Daya Alam Indonesia, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 2016 Amelia, 2016 Hitung-Hitungan Skema Baru Kontrak Migas Gross Split, Katadata News and Research, Diakses tanggal 27 September 2017. APP 2014 Sustainability Report 2014, Asia Pulp and Paper, Jakarta. APRIL 2014 Sustainability Report 2013-2014, APRIL Group, Jakarta. CDIEMR 2016 Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2016, Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta. CEC 2017 Renewable Energy Transmission Initiative California Energy Commission. Ciarcia, D. 2011 Charging ahead GE EV Solutions, Presented at IEEE NYC Chapter. Ditjen EBTKE 2016 Buku Informasi Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Jakarta. Ditjen EBTKE 2016a Buku Profil Sukses Penerapan Bioenergi di Indonesia, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Jakarta. Ditjen EBTKE 2016b Statistik Energi Baru dan Terbarukan Edisi 2013-2016, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Jakarta. Ditjen Migas 2015 Statistik Minyak dan Gas Bumi 2015, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Jakarta. Ditjen Migas 2017 Neraca Gas Bumi Indonesia Tahun 2016-2035, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Jakarta. Ditjen Minerba 2015 Indonesia Mineral and Coal Information 2015, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Jakarta. EIA 2016 Capital Cost Estimates for Utility Scale Electricity Generating Plants, Energy Information Administration, Washington, Hendrawati, Siswahyu, A., and Ramadhan, 2017 Pre-Feasibility Study of Bioavtur Production with HEFA Process In Indonesia, International Journal of Scientific & Technology Research, 04. IEA 2010 Energy Technology Perspectives 2010 Scenario & Strategies to 2050, International Energy Agency, Paris. Kemenhub 2016a Statistik Perhubungan 2015, Buku I, Kementerian Perhubungan, Jakarta. Kemenkeu 2017 Nota Keuangan RAPBN 2017, Kementerian Keuangan, Jakarta. Kemenperin & PT EMI 2011 Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction in Industrial Sector, Kementerian Perindustrian dan PT Energy Management Indonesia, Jakarta. Kemenperin 2012 Peta Panduan Road Map Pengurangan Emisi CO2 Industri Semen di Indonesia, Kementerian Perindustrian, Jakarta. KESDM 2015 Rencana Strategis 2015 – 2019, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. KLHK 2016 Perubahan Iklim, Perjanjian Paris dan Nationally Determined Contribution, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta. BPPT 2015 Outlook Energi Indonesia 2015, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. CDIEMR 2015 Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2015, Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources, Ditjen Migas 2015 Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. IEA 2014 Energy Technology Roadmaps a guide to development and implementation, International Energy Agency, Paris. Kemenristek 2006 Buku Putih Penelitian, Pengembangan Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Energi Baru Dan Terbarukan Untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2005 – 2025, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Jakarta.
Di saat harga BBM kembali dinaikkan oleh pemerintah, orang-orang kembali ribut untuk mencari solusi alternatif pengganti BBM. Salah satu biofuel pengganti/subtitusi bensin adalah bioetanol. Gaung bioetanol pernah booming kurang lebih 8-10 tahunan yang lalu. Rasanya hampir semua orang berlomba-lomba membuat bioetanol, terutama dari singkong/pati. Kebun-kebun singkong dibangun di mana-mana. Pelatihan-pelatihan bioetanol berjamur dan selalu penuh pesertanya. Namun, ini yang sungguh membuat saya terheran-heran, realisasi bioetanol sebagai energi di Indonesia ternyata NOL. Saya ulangi lagi NOOOOL…sodara-sodara….. alias NIHIL….alias NGGAAKKK ADA. Data ini saya peroleh dari website/publikasinya Kementrian ESDM dan informasi langsung dari staf ESDM. Sungguh aneh. Saya sudah membahasnya di artikel lain, mengapa bioetanol masih diperlukan di Indonesia. Bioetanol belum bisa digantikan oleh biogas, biosolar/biodiesel atau listrik. Kenapa….????? Karena semua motor dan sebagian besar kendaraan di Indonesia masih minum bensin/premium. Mesin bensin beda dengan mesin diesel apalagi mesin biogas atau mesin listrik. Karenanya mesin bensin tidak bisa disuruh minum biosolar dan biogas. Perlu modifikasi sana-sini atau tambah ini-itu. Pemerintah sudah menaikkan harga bensin/premium menjadi Rp. pr liter sejak seminggu yang lalu dengan alasan bahwa subsidi BBM sangat membebani anggaran negera. Terlepas dari pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah tersebut, saya hanya berharap agar momentum kenaikan BBM ini bisa menjadi momentum kebangkitan/kesadaran pemerintah dan bangsa ini untuk mengembangkan biofuel, khususnya bioetanol sebagai alternatif penganti/substitusi bensin. Hanya saja, perasaan saya euforia bioetanol dan biofuel tidak seperti 8 tahun yang lalu. Program ini pernah tidak berjalan alias gagal, dan sepertinya orang-orang sudah trauma dengan kegagalan ini. Saya jadi berfikir, kira-kira apa yang menyebabkan bioetanol tidak berkembang di Indonesia. Saya tidak punya banyak informasi. Informasi yang saya punya hanyalan informasi yang saya peroleh secara informal dari teman-teman yang pernah berkecimpung di dunia peretanolan jaman dulu, kenalan dari ESDM, dan teman-teman yang konsern dengan etanol. Saya menduga bahwa salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomis. Bioetanol di Indonesia yang sudah siap untuk diproduksi dalam skala masal adalah bietanol dari molases, nira, dan singkong atau sumber pati-patian yang lain. Bioetanol dari molases dan nira adalah yang paling mudah. Industri ini sudah berdiri sejak dulu kala dengan nama Pabrik Spirtus. Beberapa pabrik spirtus ada di beberapa tempat, terutama yang ada di dekat pabrik gula PG. Produknya adalah spirtus yang berwarna biru. Spirtus ini adalah bioetanol yang diberi pewarna biru. Jika akan digunakan sebagai bioethanol fuel grade EFG, perlu ditingkatkan kemurniannya menjadi 99%. Nah…problemnya adalah masalah harga bioetanol itu. Spirtus kalau tidak salah harganya kurang lebih 15 rb per liter, padahal kadar etanolnya sekitar 60%. Ethanol 95% yang dijual di apotik atau toko kimia dijual dengan harga Rp. 25rb – Rp. 30rb. Saya biasa menggunakan etanol ini untuk disinfektan di lab. Biofuel yang kadar etanolnya 99%, harganya berapa….????????? Konon, jaman dulu pertamina membelinya dengan harga Rp. Sekarang mungkin harganya naik, tetapi saya tidak tahu berapa tepatnya. Bagi pengusaha, bagaimana mungkin membuat barang dalam hal ini bioetanol yang sangat murni 99% dengan tahapan yang lebih zulit, rumit, dan biayanya lebih besar, tetapi harganya muurraaahhh. Lebih murah daripada barang yang sama dengan kemurniana cuma 60%. Sungguh-sungguh tidak masuk di akal, bukan….?????!!!!! Itulah Indonesia. Bahan baku bioetanol berikutnya adalah dari singkong atau bahan lain yang mengandung pati tinggi, seperti sorgum, sagu, ganyong, dan lain-lain. Singkong sudah di tanam besar-besaran di berbagai daerah di Indonesia. Kabar angin juga, perusahaan-perusahaan besar nasional yang bergerak di bidang energi terbarukan juga sudah menginvestasikan untuk menanam singkong di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan, kabarnya mereka juga sudah membangun pabrik bioetanol. Kabar terakhir pabrik ini tidak berjalan. Bioetanol dari singkong atau dari umbi-umbian yang lain membutuhkan langkah proses yang lebih panjang dari pada etanol dari molases atau dari nira. Tambah satu proses lagi, yaitu hidrolisis. Hidrolisis bisa menggunakan asam atau enzime. Kendalanya adalah ketersediaan enzime ini dan harga enzimenya. Gula hasil hidrolisis enzimatik mesti segera difermentasi, kalau tidak akan segera terfermentasi sendiri menjadi asam. Repot, kan. Lebih konyol lagi, harga singkong melonjak hingga 300%nya sejak isu bioetanol dari singkong ini berkembang. Meningkatnya harga bahan baku ini menyebabkan biaya produksinya juga meningkat. Tantangan lainnya adalah bioetanol dari singkong berkompetisi dengan tepung tapioka. Proses pembuatan tempung tapioka jauh lebih sederhana daripada proses pembuatan bioetanol. Gampangnya, cuma diparut, diperes, dicuci, dan diendapkan saja. Semuanya proses fisik dan tidak melibatkan proses kimia. Harga jual tepung tapioka pun juga lumayan tinggi. Pabrik bioetanol dari singkong tidak bisa bersaing dengan pabrik tepung tapioka. Tragis. Alternatif berikutnya adalah bioetanol dari lignoselulosa. Secara teoritik, bioetanol ini sangat menjajikan. Indonesia memiliki biomassa yang sangat melimbah. Kalau dikonversi secara matematik potensinya sangat besar. Ini baru dihitung dari limbah biomassa agroindustri, perkebunan, dan kehutanan. Belum lagi kalau biomassanya memang langsung dari tanaman yang ditanama khusus untuk produksi biomassa, akan semakin besar lagi potensinya. Hanya saja….sayangnya… Teknologi ini belum siap dalam skala besar. Beberapa pilot plan sudah dibagun di negara Eropa dan di Indonesia juga sudah ada pilot plant yang cukup besar. Masalahnya sama, proses produksi bioetanol dari biomassa lignoselulosa jauh lebih panjang dan lebih sulit daripada produksi bioetanol dari singkong. Tentu saja ini akan berakibat pada biaya produksinya. Setahu saya sampai saat ini belum ada teknologi yang murah untuk menghasilkan bioetanol dari lignoselulosa. Dari bahan yang mudah saja masih berat apalagi membuat bioetanol dari bahan-bahan yang lebih sulit, lebih berat lagi menjualnya. Itulah kira-kira analisa saya, mengapa bioetanol belum berkembang di Indonesia. Saya tetap optimis jika bioetanol tetap akan menjadi biofuel yang menjanjikan di masa depan. Namun kapan masa depan itu masih belum jelas. Saya berusaha untuk meneliti dan membuat bioetanol dari biomassa dan mengembangak cara-cara yang bisa lebih murah dari teknologi saat ini. Penelitian semacam ini, meskipun belum terlihat potensi ekonominya dalam jangka pendek, tetapi seyogyanya didukung oleh pemerintah atau industri terkait. Kalau tidak, kemungkinan kita akan tetap dan terus menjadi konsumen teknologi di masa depan. Penelitian-penelitian tentang biofuel/bioetanol dari biomassa sangat gencar di lakukan di luar negeri. Perlahan tetapi pasti mereka akan menemukan teknologi produksi yang murah dan bisa bersaing dengan BBM. Indonesia, kalau tidak mengejar akan tertinggal dan akhirnya menyerah untuk menggunakan teknologi mereka. Semoga ini tidak terjadi. Wallahua’lam. Rate this
Hendry Y. Nanlohy Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Anwar . Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Keywords singkong hutan, air tape, destilasi fraksional, bioetanol Abstract Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme, dan dilanjutkan dengan proses destilasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari tentang bioetanol yang dapat dihasilkan dari air tape singkong, dengan cara destilasi fraksional. Untuk pemisahan alkohol air tape dari air, dari setiap pembakaran C2H5OHl, menentukan nilai udara pembakaran, entalpi pembakaran yaitu -13,503 kj/kmol bahan bakar, nilai pemanasan atas HHV = 44755,76 kj/mol dan nilai pemanasan bawah LHV = 52325,76 kj/mol, menentukan titik nyala adiabatik dari setiap reaksi pembakaran yaitu Tad = 2850,041 K dan menguji kadar bioetanol 70%, 83%, 86%, dan 95% pada kompor bioetanol. konsumsi bahan bakar bioethanol berkadar 70 % dengan waktu didih rata – rata yaitu 9,15; dan konsumsi bahan bakar sebesar 26,7 ml bioethanol. Pada bioethanol berkadar 83% dengan waktu titik didih rata – rata 5,34 dan konsumsi bahan bakar 21,7 ml bioethanol. Pada bioethanol 86% dengan waktu titik didih rata - rata 4,09 menit dan konsumsi bahan bakarnya rata - rata 18,3 ml bioethanol, sedangkan pada bioethanol berkadar 95% dengan titik didih rata - rata 1,52 menit dan nilai rata – rata konsumsi bahan bakarnya yaitu 9 ml bioethanol. Hasil dari penelitian bioetanol dengan kadar 70%, 83%, 86% dan 95% dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Kesimpulan uji coba bioetanol terhadap kompor bioetanol yaitu semakin tinggi kadar bioetanol yang digunakan, maka semakin cepat waktu titik didihnya dan juga semakin hemat konsumsi bahan bakarnya.
This study aims to determine the best bioethanol levels from a combination of cassava and pineapple peels mixture with variations of yeast mass as much as 11 grams, 13 grams, 15 grams and 72 hours fermentation time, to determine the optimal yeast mass and determine ethanol levels according to SNI. This research was carried out by hydrolysis using distilled water for 30 minutes, then fermentation using yeast and distillation process, then tested with a Refractometer Pen. Selected samples will be tested for ethanol content using the Gas Chromatography tool. The highest ethanol content of ethanol making with a combination of cassava and pineapple peels is for a combination of 75% cassava peel-25% pineapple peel in a 15 gram yeast mass, a combination of 50% cassava peel-50% pineapple peel in 15 gram yeast mass. So it can be concluded that the ethanol content of the combination of cassava and pineapple peels is not included in the category of Indonesian national standards SNI. I. PENDAHULUAN Sumber daya alam Unrenewable resources semakin menipis disebabkan sumberdaya alam ini tidak dapat diperbaharui. Konsumsi energi terus mengalami peningkatan, dengan bertambahnya penduduk dan laju perekonomian sebagai penyebab masalah ini. Salah satu contoh energi tak terbarukan adalah energi fosil yang merupakan energi utama saat ini di dunia. Pemanasan global yang teradi di bumi diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil, dan dampaknya tehadap lingkungan semakin terasa. Hal inilah yang mendorong dikembangkannya bahan bakar alternative bersifa terbarukan. Alasan pencemaran lingkungan yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar fosil berdampak pada kesehatan bagi manusia, hewan, bahkan tumbuhan. Maka dari itu, saat ini upaya untuk menggali dan mengembangkan energi alternatif terus ditingkatkan. Salah satu energi yang termasuk energi terbaru yang harus bisa terus di kembangkan yaitu energy biomassa. Energi biomassa tersebut berasal dari bahan organik dan juga memiliki keragaman jenis. Energi biomassa dapat di buat dari tanaman seperti pada lahan perkebunan, pertanian, hutan, bahkan limbah, baik limbah domestik dan limbah pertanian. Biomassa ini tentunya tidak akan mengakibatkan penumpukan gas 2 , karena gas ₂ yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran dipakai untuk pembentukan biomassa itu sendiri. Hasil konversi biomassa tersebut dapat berupa biogas, bioethanol, bioiesel, arang dan sebagainya. Tentunya dalam hal ini bioetanol dalam jangka panjang di harapkan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar yang marak digunakan saat ini yaitu minyak. Kulit nanas dan kulit singkong adalah limbah yang dapat berpotensi untuk dijadikan energi alternatif sebagai bioetanol. Pada kulit nanas terdapat kandungan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 1 PEMBUATAN BIOETANOL BERBAHAN BAKU KULIT SINGKONG DAN KULIT NANAS DENGAN VARIASI MASSA RAGI Rachmat Subagyo1, Imam Ahdy Saga2 1,2Program Studi Teknik Mesin Fakultas1Teknik1Universitas1Lambung1Mangkurat12 E-mail 1sagaimam24 Abstract This study aims to determine the best bioethanol levels from a combination of cassava and pineapple peels mixture with variations of yeast mass as much as 11 grams, 13 grams, 15 grams and 72 hours fermentation time, to determine the optimal yeast mass and determine ethanol levels according to SNI. This research was carried out by hydrolysis using distilled water for 30 minutes, then fermentation using yeast and distillation process, then tested with a Refractometer Pen. Selected samples will be tested for ethanol content using the Gas Chromatography tool. The highest ethanol content of ethanol making with a combination of cassava and pineapple peels is for a combination of 75% cassava peel - 25% pineapple peel in a 15 gram yeast mass, a combination of 50% cassava peel - 50% pineapple peel in 15 gram yeast mass. So it can be concluded that the ethanol content of the combination of cassava and pineapple peels is not included in the category of Indonesian national standards SNI. Keywords Cassava Peel, Pineapple Peel, Hydrolysis, Fermentation, and Destilation. I. PENDAHULUAN Sumber daya alam Unrenewable resources semakin menipis disebabkan sumberdaya alam ini tidak dapat diperbaharui. Konsumsi energi terus mengalami peningkatan, dengan bertambahnya penduduk dan laju perekonomian sebagai penyebab masalah ini. Salah satu contoh energi tak terbarukan adalah energi fosil yang merupakan energi utama saat ini di dunia. Pemanasan global yang teradi di bumi diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil, dan dampaknya tehadap lingkungan semakin terasa. Hal inilah yang mendorong dikembangkannya bahan bakar alternative bersifa terbarukan. Alasan pencemaran lingkungan yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar fosil berdampak pada kesehatan bagi manusia, hewan, bahkan tumbuhan. Maka dari itu, saat ini upaya untuk menggali dan mengembangkan energi alternatif terus ditingkatkan. Salah satu energi yang termasuk energi terbaru yang harus bisa terus di kembangkan yaitu energy biomassa. Energi biomassa tersebut berasal dari bahan organik dan juga memiliki keragaman jenis. Energi biomassa dapat di buat dari tanaman seperti pada lahan perkebunan, pertanian, hutan, bahkan limbah, baik limbah domestik dan limbah pertanian. Biomassa ini tentunya tidak akan mengakibatkan penumpukan gas 𝐶𝑂2, karena gas 𝐶𝑂₂ yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran dipakai untuk pembentukan biomassa itu sendiri. Hasil konversi biomassa tersebut dapat berupa biogas, bioethanol, bioiesel, arang dan sebagainya. Tentunya dalam hal ini bioetanol dalam jangka panjang di harapkan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar yang marak digunakan saat ini yaitu minyak. Kulit nanas dan kulit singkong adalah limbah yang dapat berpotensi untuk dijadikan energi alternatif sebagai bioetanol. Pada kulit nanas terdapat kandungan SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 2 karbohidrat dan gula yang cukup tinggi dan juga bahan yang mengandung karbohidrat terdapat pula pada limbah dari singkong yaitu pada kulit singkong. Uraian diatas bertujuan untuk menjelaskan bahwa kulit nanas dan kulit singkong yang tentunya sebagai bahan baku baru pembuatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif, karena banyaknya industri di Indonesia yang menyisakan limbah tersebut. Disamping itu kulit nanas dan kulit singkong memiliki kandungan karbohidarat dan glukosa yang cukup tinggi. Sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar bioetanol dari limbah tersebut. Bioetanol adalah etanol bahan utama dari1tumbuhan dan pada umumnya atau juga disebut ethyl alcohol 𝐶₂𝐻₅𝑂𝐻 merupakan cairan1bening1tak1berwarna, terurai secara biologis biodegradable, mengandung toksisitas1rendah1dan1tidak menimbulkan polusi udara1yang besar bila terjadi –1umbian yang mempunyai1kandungan1gizi1yang diantaranya1karbohidrat136,8%, lemak 0,3%,1serat10,9%, abu10,5%,1dan1air161,4%1Zulaikah, 2002. Bioetanol merupakan cairan biokimia proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan. Bioetanol diproduksi umumnya berasal dari etanol generasi pertama, yaitu etanol yang awalnya dibuat dari gula tebu, molases atau pati-patian jagung, singkong, dll. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan pangan Bambang1Prastowo, 2007. Kulit nanas merupakan bagian luar dari buah nanas yang setiap kali berada di tangan konsumen selalu akan menjadi limbah dan terbuang. Hal tersebut berdampak pada lingkungan yang tidak enak dipandang dan bahkan dari segi bau limbah tersebut sangat mengganggu. Dengan adanya limbah kulit nanas itu haruslah diikuti dengan upaya penanganan dan pengolahan limbah yang baik. Kulit buah nanas diketahui cukup banyak mengandung gula, sehingga bias digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol. Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan kripik, tapioca, tape, dan pangan berbahan dasar singkong lainnya. Kulit singkong mengandung karbohidrat yang cukup tinggi Rukmana, 1997. Kulit singkong memungkan sumber karbohidrat yang berpotensial untuk diolah menjadi bioetanol. Hidrolisis adalah reaksi kimia memecah molekul menjadi dua bagian dengan menambah molekul air 𝐻2𝑂, dengan tujuan mengkonversi polisakarida menjadi monomer-monomer sederhana. Satu bagian molekul memiliki ion hidrogen H+ dan bagian yang lain memiliki ion hidroksil 𝑂𝐻. Hidrolisis terjadi saat garam dari asam lemah atau basa lemah keduanya terlarut dalam air. Adapun proses dilanjutkan ke tahap fermentasi. Pengertian dari fermentasi1selama1ini1berubah1–1ubah. Kata fermentasi berasal1dari1bahasa1latin1“fervere”1yang artinya merebus1to boil. Arti kata dari1bahasa1latin itu bisa disamakan dengan1kondisi1cairan bergelembung dan ini timbulkan dengan adanya1aktivitas1ragi pada ekstraksi buah1-1buahan maupun biji1-1bijian Suprihatin,12010. Ragi mengubah gula menjadi etanol dan karbondioksida sesuai dengan rumus1di1bawah1ini 𝐶6𝐻12𝑂6n 2𝐶2𝐻5𝑂𝐻 + 2𝐶𝑂2 Nurdyastuti, 2007 Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi ragi adalah sebagai berikut SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 3 a. Lama Fermentasi waktu Lama waktu yang dibutuhkan pada proses fermentasi adalah sekitar 2 – 3 hari Astawan dan Mita, 1991 b. Jenis Bahan Substrat Fermenteasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organic yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini menyebabkan perubahan sifat pangan, sebagai akiat dari pemecahan kandungan bahan pangan tersebut. Hasil – hasil fermentasi terutama tergatung pada jenis bahan pangan substrat, jenis mikroba dan kondisi lingkungannya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut Winarno, 1995. c. Keasaman pH Dalam fermentasi alkohol, ragi berpengaruh pada media dengan kondisi asam, antara pH 4,8-5,0. Pengaturan pH bisa dengan penambahan asam sulfat jika substrat basa ataupun natrium bikarbonat jika substrat asam. d. Suhu Suhu optimal untuk petumbuhan dan perkembangannya adalah 28oC -30oC. e. Udara Proses fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobic, namun udara1diperlukan1pada1proses1pembibitan1tersebut,1sebelum1fermentasi untuk perkembangbiakan ragi Amien, 2006. Dalam tahapan pembuatan bioethanol juga tidak lepas dari tahap destilasi. Destilasi merupakan proses1penguapan1dan1pengembunan kembali, yang dimaksut untuk memisah campuran1dua1atau lebih1zat1cair kedalam fraksi – fraksinya1b atau dektrosa1menggunakan system uap cairaan. Terdiri dari komponen tert pada tekanan1atmosfer, contohnya alkohol – air, yang pada tekanan atmosfer memiliki titik didih sebesar 78,6℃. Tjokroadikoesoemo, 1986 Gambar 1. Alat Destilasi Kadar etanol menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia adalah 94,0%. Pada penelitian ini kadar etanol yang didapat kemudian dihitung nilai randemennya. SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 4 Randemen adalah perbandingan jumlah kuantitas etanol yang dihasilkan dari proses destilasi. Adapun rumus untuk menghitung randemen adalah sebagai berikut Randemen % = %100xdiolahsebelumbahanjumlah gramdihasilkanyangethanoljumlah Hasil perhitungan randemen table 1. II. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Ani Rahmawati 2010. Melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu Manihot Utilissima Pohl. dan Kulit Nanas Ananas Comosus L. Pada Produksi Bioetanol Dengan Menggunakan Aspergillus Niger”. Pada penelitian tersebut produk etanol campuran limbah kulit ubi kayu Mannihot utilissima pohl. dan limbah kulit nanas Ananas comosus, L. yaitu sebesar 7 ml dengan kadar etanol 2,57%, lebih banyak daripada hasil etanol pada masing – masing limbah kulit ubi kayu dan limbah kulit nanas. Sally Mardari,dkk 2013. Melakukan penelitian degan judul “Pembuatan Bioetanol berbahankan Kulit Nanas ananas comusus l Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharification dan Fermentasion SSF”. Pada penelitian tersebut waktu fermantasi penelitian diperoleh waktu fermentasi dengan kadar alkohol tertinggi yang dihasilkan yaitu 3 hari dikarenakan waktu terbaik Saccharomyces Cerevisiae bekerja mengubah glukosa menjadi bioethanol yaitu 3 hari. Emma Khairani 2014. Melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Kulit Nanas Jadi Bioetanol” Pada penelitian tersebut dilakukan eksperimen dengan rancangan dengan perlakuan hingga didapat substrat sari kulit nanas yang siap proses menjadi bioetanol melalui proses fermentasi. Substrat ditambah Saacharomyces cereviceae pada bermacam perubah dan lanjutkan proses dianalisis1kadar glukosa1sisa dan kadar bioetanolnya1dengan1GC. Sari kulit nanas dianalisis daripada kadar glukosanya, kemudian1di tambah air dengan perbaningan 12 dan disterilisasi. Proses fermentasi dikerjakan pada suhu 25-30 ℃, 𝑝H 4-5, dan ditambah urea. Selanjutnya proses distilasi pada suhu 78 ℃, dan dianalisis kadar bioethanol yang diperoleh. Dony Fahmi, dkk 2014. Melakukan penelitian dengan juduk “Pemurnian Etanol Hasil Fermentasi Kulit Nanas Ananas comosus L. Merr Dengan Menggunakan Distilasi Vakum”. Pada penelitian tersebut nilai rendemen tertinggi diperoleh pada penelitian pemurnian etanol hasil proses fermentasi kulit nanas dengan menggunakan distilasi vakum adalah 1,166%, semakin tinggi suhu distilasi yang digunakan, maka cairan yang teruapkan pada saat proses distilasi vakum berlangsung juga akan banyak sehingga akan semakin banyak pula uap yang dihasilkan yang selanjutnya akan terkondensasi menjadi etanol destilat didalam wadah penampung. III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Workshop Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat dan Laboratorium Energi LPPM Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada1bulan1Maret120181sampai1dengan1Juni12018. Alat1dan1Bahan1Penelitian Adapun1alat dan1bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai1berikut botol, balon, blender, oven, kompor, destilator, gelas ukur, SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 5 saringan, timbangan digital, termo Gun, botol sampel, pen refractometer, gas chromatography. Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit singkong dan kulit nanas yang merupakan bahan baku utama pembuatan bioetanol. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah kulit dari limbah usaha pasar Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Teknik Pengumpulan Data Kulit nanas dan kulit singkong yang sudah dikumpulkan dicuci hingga bersih, kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Hasil pengeringan kemudian dihaluskan dengan blender hingga diperoleh tepung kulit nanas dan kulit singkong. Ditimbang masing – masing bahan tepung kulit singkong dan kulit nanas sesuai dengan kombinasi campuran perbandingan berat bahan. Kemudian tepung kulit singkong dan kulit nanas di campur dengan air aquades 800 ml. Campuran di rebus selama 30 menit dengan suhu 100oC sambil di aduk. Siapkan botol yang akan digunakan sebagai tempat fermentasi. Hasil hidrolisis di dinginkan dan di saring hingga tidak ada ampas dalam larutan hidrolisis. Campurkan ragi sesuai variasi sebanyak 11gr, 13gr, dan 15gr. Tutup mulut botol menggunakan balon. Biarkan proses fermentasi berjalan dengan lama waktu fermentasi selama 72 jam. Siapkan alat dan bahan, kemudian menyalakan pemanas alat destilasi. Tunggu hingga beberapa saat hingga suhu yang diinginkan telah dicapai. Dalam proses pada destilasi ini, suhu yang digunakan adalah 85oC. Suhu dipertahankan sesuai lama proses destilasi. Lama proses untuk satu perlakuan adalah 2 jam. Sesudah sampel didapatkan, kemudian sampel ditampung dalam gelas ukur untuk diuji kadar etanolnya. Bioetanol hasil proses destilasi diuji dengan alat Pen Refractometer di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat untuk mengetahui ada atau tidaknya etanol yang terkandung dalam sampel hasil destilasi, dan kemudian akan dilakukan pengujian di Laboratorium Energi LPPM Institut Teknologi Sepuluh Nopember menggunakan Gas Chromatography guna mengetahui kadar bioetanol terbaik dari 3 variasi massa ragi tersebut menurut standar SNI Standar Nasional Indonesia. Variabel pada penelitian ini adalah memvariasi penambahan massa ragi terhadap kadar bioetanol dari kulit singkong dan kulit nanas dengan kombinasi beberapa perbandingan antara kulit singkong dan kulit nanas yaitu 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas, 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas, 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas, 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas, 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas Kombinasi - kombinasi tersebut kemudian ditambahkan ragi sebanyak 11 gram, 13 gram dan 15 gram yang selanjutnya difermentasi. Proses fermentasi dilakukan selama 72 jam karena selama waktu tersebut dioetanol yang dihasilkan optimal, dan apabila waktu fermentasi dinaikkan maka bioetanol yang dihasilkan dalam proses fermentasi akan dikonversikan oleh Saccharomyces carevisae menjadi senyawa lain yang sah satunya adalah senyawa ester. Diagram alir penelitian SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 6 Gambar 2. Diagram Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini data yang diambil merupakan kadar etanol, volume etanol dan hasil randemen dari etanol, yang dikerjakan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat dan Laboratorium Energi LPPM SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 7 Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada bulan Mei 2018 sampai dengan Juli 2018. Tabel 1. Kadar Etanol Berdasarkan Variasi Massa Ragi Jumlah limbah kulit singkong dan kulit nanas gram Massa kulit singkong gram Persentase etanol yang terbentuk % Perbandingan Hasil Uji Etanol Dengan Gas Chromatography dan Pen Refractometer Nilai perbandingan kadar etanol pada kombinasi kulit singkong dan kulit nanas menggunakan pen refractometer dan gas chromatography dapat dilihat pada diagram perbandingan hasil uji etanol antara gas chromatography dengan pen refractometer berikut. SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 8 Gambar 3. Diagram Uji Etanol Dengan Pen Refractometer Hasil kadar etanol menggunakan Pen Refractometer menunjukan kadar etanol yang dihasilkan pada kombinasi 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 40%, kombinasi 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 44%, kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 39%, kombinasi 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 46%, dan kombinasi 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 20%. 404439462005101520253035404550100% KulitSingkong dan 0%Kulit Nanas 15Gram75% KulitSingkong dan25% Kulit Nanas15 Gram50% KulitSingkong dan50% Kulit Nanas15 Gram25% KulitSingkong dan75% Kulit Nanas15 Gram0% Kulit Singkongdan 100% KulitNanas 15 GramEtanol %Pengujian Kadar Etanol Menggunakan Pen Refractometer SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 9 Gambar 4. Diagram Uji Etanol Dengan Gas Chromatography Hasil kadar etanol menggunakan Gas Chromatography menunjukan kadar etanol yang dihasilkan pada kombinasi 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 87,42%, kombinasi 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 88,6%, kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 89,26%, kombinasi 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 87,25%, dan kombinasi 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 36,82%. Dari grafik tersebut, perbandingan hasil uji kadar etanol diatas dapat diperhatikan bahwa data hasil pengujian kadar etanol menggunakan alat gas chromatography lebih tinggi, dibandingkan dengan data hasil pengujian kadar etanol dengan alat Pen Refractometer. Sehingga pengujian kadar etanol dengan alat Gas Chromatography lebih diunggulkan karena data yang diperoleh lebih baik dibandingkan dengan data pengujian dengan Pen Refractometer. KulitSingkong dan0% Kulit Nanas15 Gram75% KulitSingkong dan25% KulitNanas 15Gram50% KulitSingkong dan50% KulitNanas 15Gram25% KulitSingkong dan75% KulitNanas 15Gram0% KulitSingkong dan100% KulitNanas 15GramEtanol %Pengujian Kadar Etanol Menggunakan Gas Chromatography SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 10 Pertumbuhan Jamur pada proses fermentasi Pengaruh Variasi Massa Ragi 100% Kulit Singkong dan 0% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol a b c Gambar 6. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme menguraikan glukosa menjadi etanol semakin banyak. Pengaruh Variasi Massa Ragi 75% Kulit Singkong dan 25% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol a b c Gambar 7. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 11 banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme menguraikan glukosa menjadi etanol semakin banyak. Pengaruh Variasi Massa Ragi 50% Kulit Singkong dan 50% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol a b c Gambar 8. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme menguraikan glukosa menjadi etanol semakin banyak. Pengaruh Variasi Massa Ragi 25% Kulit Singkong dan 75% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol. a b c Gambar 9. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 12 banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme menguraikan glukosa menjadi etanol semakin banyak. Pengaruh Variasi Massa Ragi 0% Kulit Singkong dan 100% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol a b c Gambar 10. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme mengurai glukosa menjadi etanol semakin banyak. Menurut standar nasional Indonesia dan mengacu pada Standar Nasional Indonesia Bioetanol, standar nasional Indonesia untuk bioetanol yaitu 94,00%. Untuk mengetahui memenuhi dan tidaknya kadar etanol menutur standard SNI dari penelitian ini dapat di liaht pada tabel berikut. Tabel 2. Kualitas Kadar Etanol Menurut Tabel Standar Standar Nasional Indonesia. Presentase Kadar Etanol % Massa Kulit Singkong gram SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 13 Dapat dilihat bahwa dari hasil penelitian ini kadar etanol tertinggi didapat dari kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan variasi ragi 15 gram yang telah dilakukan pengujian dengan menggunakan alat Gas Chromatograpy untuk mengetahui kemurnian kadar etanol sebenarnya. Kadar etanol yang dihasilkan sebesar 89,3%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar etanol dari kombinasi kulit singkong dan kulit nanas ini, tidak masuk dalam kategori standar nasional Indonesia SNI. V. KESIMPULAN 1. Dari kombinasi 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 87,4%. Kombinasi 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 88,6%. Kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 89,3%. Kombinasi 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 87,3%. Kombinasi 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 36,8%. 2. Dari hasil penelitian ini kombinasi yang paling optimal pertumbuhan jamurnya berada pada kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan massa ragi 15 gram dan waktu fermentasi 72 jam yang menghasilkan kadar etanol sebanyak 89,3%. 3. Dari penelitian ini kadar etanol tertinggi didapat dari kombinasi 50% kulit sungkong dan 50% kulit nanas dengan variasi ragi 15 gram, etanol yang dihasilkan yaitu 89,3%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar etanol dari kombinasi kulit singkong dan kulit nanas ini, tidak masuk dalam kategori standar nasional Indonesia SNI. DAFTAR PUSTAKA Amien. 2006. Pentingnya Fermentasi Bir Kokoa. http/// Diakses tanggal 11 Desember 2018 Ani Rahmawati. 2010. Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu Manihot Utilissima Pohl. dan Kulit Nanas Ananas Comosus L. Pada Produksi Bioetanol Menggunakan Aspergillus Niger. Fakultas MIPA Univesitas Sebelas Maret. Surakarta. Astawan. M dan M. W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Bogor Akademika Pressiado. Astawan, M dan W. Mita. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna. Pressindo. Bogor. Hal 61 Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 72902008. Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol. Jakarta. Dony Fahmi, dkk. 2014. Pemurnian Etanol Hasil Fermentasi Kulit Nanas Ananas comosus L. Merr Dengan Menggunakan Distilasi Vakum. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jawa Timur. Khairani, Emma. 2014. Pemanfaatan Kulit Nanas Jadi Bioetanol. Medan. Nurdyastuti, I. 2007. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Makalah prospek pengembangan Bio-fuel Sebagai Subtitusi Bahan Bakar Minyak 75-83. Prastowo. Bambang. 2007. Potensi Sektor Pertanian Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi Terbarukan. Bogor. Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu Budidaya Paskapanen. Jakarta Kanisius. Sally Mandari, dkk. 2013. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Nanas ananas comusus l Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharification dan Fermentasion SSF. Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau. Riau. SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 14 Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dari industry Ubi Kayu dan Lainnya. Gramedia. Jakarta. 229 hlm. Winarno, F. G. 1995. Enzin Pangan. Jakarta Gramedia. Zulaikah, Siti. 2002. Ilmu Bahan Makanan I. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Pengolahan Pangan Nabati Tepat GunaM W AstawanAstawanAstawan. M dan M. W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Bogor Akademika Pengolahan Nabati Tepat Guna. PressindoM AstawanW MitaAstawan, M dan W. Mita. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna. Pressindo. Bogor. Hal 61Nasional Badan StandardisasiBadan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 72902008. Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol. KhairaniKhairani, Emma. 2014. Pemanfaatan Kulit Nanas Jadi Bioetanol. Medan. Nurdyastuti, I. 2007. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Makalah prospek pengembangan Bio-fuel Sebagai Subtitusi Bahan Bakar Minyak Sektor Pertanian Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi TerbarukanPrastowoBambangPrastowo. Bambang. 2007. Potensi Sektor Pertanian Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi Terbarukan. Bioetanol dari Kulit Nanas ananas comusus l Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharification dan Fermentasion SSFSally MandariSally Mandari, dkk. 2013. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Nanas ananas comusus l Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharification dan Fermentasion SSF.HFS dari industry Ubi Kayu dan LainnyaP S TjokroadikoesoemoTjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dari industry Ubi Kayu dan Lainnya. Gramedia. Jakarta. 229 Pangan. Jakarta GramediaF G WinarnoWinarno, F. G. 1995. Enzin Pangan. Jakarta Bahan Makanan I. SurakartaSiti ZulaikahZulaikah, Siti. 2002. Ilmu Bahan Makanan I. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
mengapa bioetanol dari singkong sangat berpotensi dikembangkan di indonesia